[ biografi singkat 1901-1970 ]
Sejenak mari kita mengheningkan cipta untuk Bapak Bangsa. 21 Juni 1970.
--------------------------------------- *** ---------------------------------------------
Di dalam ruang perawatan yang sangat sederhana untuk ukuran seorang mantan presiden, Soekarno tergolek lemah di pembaringan. Sudah berapa hari ini kesehataanya sangat mundur. Sepanjang hari, orang yang dulu sangat berkuasa ini terus memejamkan mata. Suhu tubuhnya sangat tinggi. Penyakit ginjal yang tidak dirawat secara semestinya kian menggerogoti kekuatan tubuhnya.
Sejenak mari kita mengheningkan cipta untuk Bapak Bangsa. 21 Juni 1970.
--------------------------------------- *** ---------------------------------------------
Di dalam ruang perawatan yang sangat sederhana untuk ukuran seorang mantan presiden, Soekarno tergolek lemah di pembaringan. Sudah berapa hari ini kesehataanya sangat mundur. Sepanjang hari, orang yang dulu sangat berkuasa ini terus memejamkan mata. Suhu tubuhnya sangat tinggi. Penyakit ginjal yang tidak dirawat secara semestinya kian menggerogoti kekuatan tubuhnya.
Lelaki yang pernah amat jantan dan berwibawa, dan sebab itu banyak digila-gila perempuan seantero jagad, sekarang tak ubahnya bagai sosok mayat hidup. Tiada lagi wajah gantengnya. Kini wajah yang dihiasi gigi ginsulnya telah membengkak, tanda bahwa racun telah menyebar ke mana-mana. Bukan hanya bengkak tapi bolong-bolong bagaikan permukaan bulan.
Mulutnya yang dahulu mampu menyihir jutaan masa dengan pidato-pidatonya yang sangat memukau, kini hanya terkatup rapat dan kering. Sebentar-sebentar giginya gemetar. Menahan sakit. Kedua tangannya yang dahulu sanggup meninju langit dan mencakar udara, kini tergolek lemas di sisi tubuhnya yang kian kurus.
Sang Putra Fajar tinggal menunggu waktu.
Jarum jam terus bergerak. Di luar kamar, sepasukan tentara terus berjaga lengkap dengan senjata. Malam harinya, ketahanan tubuh Soekarno kian lemah. Dia koma. Antara hidup dan mati. Tim dokter segera memberikan bantuan seperlunya.
Mantan wakil presiden Moh. Hatta diizinkan mengunjungi kolega lamanya ini. Hatta yang ditemani sekretarisnya menghampiri pembaringan Soekarno dengan sangat hati-hati. Dengan segenap kekuatan yang berhasil dihimpunnya, Soekarno berhasil membuka matanya. Menahan rasa sakit yang tak berperi, dia berkata lemah.
"Hatta ..., kau di sini ..?"
Yang di sapa tidak bisa menyembunyikan kesedihannya. Namun, Hatta tidak mau kawannya ini mengetahui jika dirinya bersedih. Dengan sekuat tenaga memendam kepedihan yang mencabik hati, Hatta berusaha menjawab Soekarno dengan wajar. Sedikit tersenyum menghibur.
"Ya, bagaimana keadaanmu, No?"
Hatta menyapanya dengan sebutan yang digunakan di masa lalu. Tangannya memegang lembut tangan Soekarno. Panasnya menjalari jemarinya. Dia ingin memberikan kekuatan pada orang yang sangat dihormatinya ini.
Bibir Soekarno bergetar, tiba-tiba, masih dengan lemah, dia balik bertanya dengan bahasa Belanda. Sesuatu yang biasa mereka berdua lakukan ketika mereka masih bersatu dalam Dwitunggal.
"Hoe gaat het met jou..?"
Bagaimana keadaanmu?
Hata memaksakan diri tersenyum. Tangannya masih memegang lengan Soekarno. Soekarno kemudian terisak bagai anak kecil. Lelaki perkasa itu menangis di depan kawan seperjuangannya, bagai bayi yang kehilangan mainan. Hatta tidak lagi mampu mengendalikan perasaannya. Pertahanannya bobol. Air matanya juga tumpah. Hatta ikut menangis.
Kedua teman lama yang sempat berpisah itu saling berpegangan tangan seolah takut berpisah. Hatta tahu, waktu yang tersedia bagi orang yang sangat dikaguminya ini tidak akan lama lagi. Dan Hatta juga tahu, betapa kejamnya siksaan tanpa pukulan yang dialami sahabatnya ini. Sesuatu yang hanya bisa dilakukan oleh manusia yang tidak punya nurani.
"No..."
Hanya itu yang bisa terucap dari bibirnya. Hatta tidak mampu mengucapkan lebih. Bibirnya bergetar menahan kesedihan sekaligus kekecewaannya. Bahunya berguncang.
Jauh di lubuk hatinya, Hatta sangat marah kepada penguasa baru yang sampai hati menyiksa bapak bangsa ini. Walau prinsip politik antara dirinya dengan Soekarno tidak bersesuaian, namun hal itu sama sekali tidak merusak persahabatannya yang erat dan tulus. Hatta masih memegang lengan Soekarno ketika kawannya ini kembali memejamkan matanya.
Putra Sang Fajar itu tidak mampu lagi membuka kedua mataya. Suhu badannya terus meninggi. Soekarno kini menggigil. Peluh membasahi bantal dan piyamanya. Malamnya, Dewi Soekaro dan putrinya yang masih tiga tahun, Karina, hadir di rumah sakit. Soekarno belum pernah sekali pun melihat anaknya.
Minggu pagi, 21 Juni 1970, Soekarno menghembuskan napas terakhirnya. Kedua matanya tidak pernah mampu lagi untuk membuka. Tubuhnya tergolek tak bergerak lagi. Kini untuk selamanya.
Dunia melepas salah seorang pembuat sejarah yang penuh kontroversi. Banyak orang menyayanginya, tapi banyak pula yang membencinya. Namun semua sepakat, Soekarno adalah seorang manusia yang tidak biasa. Yang belum tentu dilahirkan kembali dalam waktu satu abad. Manusia itu kini telah tiada.
Putra Sang Fajar telah pergi dengan status tahanan rumah. Padahal dia merupakan salah satu proklamator kemerdekaan bangsa ini dan menghabiskan 25 tahun usia hidupnya mendekam dalam penjara penjajah kolonial Belanda demi kemerdekaan negerinya.
di kutip dari buku biografi singkat Soekarno. karena kisah pahlawan selalu asyik dibaca ulang.
Jarum jam terus bergerak. Di luar kamar, sepasukan tentara terus berjaga lengkap dengan senjata. Malam harinya, ketahanan tubuh Soekarno kian lemah. Dia koma. Antara hidup dan mati. Tim dokter segera memberikan bantuan seperlunya.
Mantan wakil presiden Moh. Hatta diizinkan mengunjungi kolega lamanya ini. Hatta yang ditemani sekretarisnya menghampiri pembaringan Soekarno dengan sangat hati-hati. Dengan segenap kekuatan yang berhasil dihimpunnya, Soekarno berhasil membuka matanya. Menahan rasa sakit yang tak berperi, dia berkata lemah.
"Hatta ..., kau di sini ..?"
Yang di sapa tidak bisa menyembunyikan kesedihannya. Namun, Hatta tidak mau kawannya ini mengetahui jika dirinya bersedih. Dengan sekuat tenaga memendam kepedihan yang mencabik hati, Hatta berusaha menjawab Soekarno dengan wajar. Sedikit tersenyum menghibur.
"Ya, bagaimana keadaanmu, No?"
Hatta menyapanya dengan sebutan yang digunakan di masa lalu. Tangannya memegang lembut tangan Soekarno. Panasnya menjalari jemarinya. Dia ingin memberikan kekuatan pada orang yang sangat dihormatinya ini.
Bibir Soekarno bergetar, tiba-tiba, masih dengan lemah, dia balik bertanya dengan bahasa Belanda. Sesuatu yang biasa mereka berdua lakukan ketika mereka masih bersatu dalam Dwitunggal.
"Hoe gaat het met jou..?"
Bagaimana keadaanmu?
Hata memaksakan diri tersenyum. Tangannya masih memegang lengan Soekarno. Soekarno kemudian terisak bagai anak kecil. Lelaki perkasa itu menangis di depan kawan seperjuangannya, bagai bayi yang kehilangan mainan. Hatta tidak lagi mampu mengendalikan perasaannya. Pertahanannya bobol. Air matanya juga tumpah. Hatta ikut menangis.
Kedua teman lama yang sempat berpisah itu saling berpegangan tangan seolah takut berpisah. Hatta tahu, waktu yang tersedia bagi orang yang sangat dikaguminya ini tidak akan lama lagi. Dan Hatta juga tahu, betapa kejamnya siksaan tanpa pukulan yang dialami sahabatnya ini. Sesuatu yang hanya bisa dilakukan oleh manusia yang tidak punya nurani.
"No..."
Hanya itu yang bisa terucap dari bibirnya. Hatta tidak mampu mengucapkan lebih. Bibirnya bergetar menahan kesedihan sekaligus kekecewaannya. Bahunya berguncang.
Jauh di lubuk hatinya, Hatta sangat marah kepada penguasa baru yang sampai hati menyiksa bapak bangsa ini. Walau prinsip politik antara dirinya dengan Soekarno tidak bersesuaian, namun hal itu sama sekali tidak merusak persahabatannya yang erat dan tulus. Hatta masih memegang lengan Soekarno ketika kawannya ini kembali memejamkan matanya.
Putra Sang Fajar itu tidak mampu lagi membuka kedua mataya. Suhu badannya terus meninggi. Soekarno kini menggigil. Peluh membasahi bantal dan piyamanya. Malamnya, Dewi Soekaro dan putrinya yang masih tiga tahun, Karina, hadir di rumah sakit. Soekarno belum pernah sekali pun melihat anaknya.
Minggu pagi, 21 Juni 1970, Soekarno menghembuskan napas terakhirnya. Kedua matanya tidak pernah mampu lagi untuk membuka. Tubuhnya tergolek tak bergerak lagi. Kini untuk selamanya.
Dunia melepas salah seorang pembuat sejarah yang penuh kontroversi. Banyak orang menyayanginya, tapi banyak pula yang membencinya. Namun semua sepakat, Soekarno adalah seorang manusia yang tidak biasa. Yang belum tentu dilahirkan kembali dalam waktu satu abad. Manusia itu kini telah tiada.
Putra Sang Fajar telah pergi dengan status tahanan rumah. Padahal dia merupakan salah satu proklamator kemerdekaan bangsa ini dan menghabiskan 25 tahun usia hidupnya mendekam dalam penjara penjajah kolonial Belanda demi kemerdekaan negerinya.
di kutip dari buku biografi singkat Soekarno. karena kisah pahlawan selalu asyik dibaca ulang.
sedih mbacanya...
BalasHapustks Nia, sudah berbagi.
mata saya pun berkaca sambil mengetik.
BalasHapusterima kasih kembali ibu.