Minggu, 18 Agustus 2013

Bertemu sister Jepang

Hari Raya Idul Fitri baru saja kita lewati. Kami yang berdomisili di Jepang dengan muslim minoritas. Sholat Id berimamkan Syeh dari Pakistan, tidak ada ketupat dan opor ayam.
 
Tepat disamping kiri saya seorang wanita Jepang dengan putrinya, menyapa. Indonesia desu ka? Anda orang Indonesia. So desu, ya benar. Kami pun sedikit berbincang sebelum imam memulai sholat, masih ada beberapa menit.
 
Kurang lebih usia kami sama, beliau menikah dengan pria dari Pakistan. Beliau sangat terkejut mendengar suami saya mualaf, MasyaAlloh, katanya. Beliau bercerita bagaimana berat dan sulit buat anaknya yang seorang muslim beradaptasi. Very hard for us, tapi gambarimasu.. walau sulit tetap kami berusaha, ucapnya. Kami pun demikian halnya, gambarimasu! jawab saya kembali.
 
Beliau bilang, sholat kami tidak mengenakan mukena, dan mukena muslim Indonesia sangat unik dan bervariasi. Kawai desu !
 
Kenapa anda datang ke Jepang, tanyanya? Kami dari satu perusahaan (Toshiba) suami kembali ditugaskan ke pusat (Jepang) setelah masa tugas di Indoesia berakhir. Saya memilih mendampingi suami dan melepaskan karir saya di Indonesia. Karir ibu rumah tangga lebih utama buat saya.

Bagaimana dengan makanan? suami sangat mudah orangnya, tapi belum biasa dengan olahan rasa Indonesia, saya memasak gaya Jepang sehari-harinya, tetapi yang tidak halal kita cermat membacanya. Sugoi ne anata ! Anda sangat hebat jawabnya. Tidaklah, hanya berusaha dan extra hati-hati saja, jawab saya kembali.

Orang Indonesia itu pintar-pintar, cepat beradaptasi dan gigih dalam belajar, pintar pula berbahasa Jepang,  saya kagum dengan orang Indonesia ceritanya. Pertama kali saya bisa berbincang panjang dengan seorang sister muslim Jepang asli.

Saya tidak pintar, memory low nih, maklum sudah tua, masakan Pakistan sulit dan harga mahal, kisahnya. Senangnya bisa berjumpa dengan anda, dan sharing pengalaman. Mudah-mudah kita berjumpa lagi ucapnya lagi. Kami pun berbagi kisah hidup, walau tak bisa saya uraikan semua disini, namun sangat indah.

Kami akan kembali ke Indonesia dalam waktu dekat, beserta suami kah? tanyanya? ya tentu saja, keluarga kecil kami beserta. Sugoi desu ne dana-san! I wish you happy life together! do'anya. Amiin. Demikian halnya dengan anda dan keluarga, jangan menyerah dan putus asa, menjadi bunda dan istri, semoga Alloh senantiasa menjaga kalian dan di limpahkan kebahagiaan dalam kebersamaan. Amiiin, jawabnya.

Setelah sholat usai, kami pun sempat berbincang kembali, arigatou one-chan, ucapnya, one-chan janai, watashi, oba-chan desu, jawabku, kami terkekeh lagi, oh ia... sama-sama dong, oba-chan.

Silahkan datang ke rumah kami di Indonesia, dengan senang hati, ucap saya. Saya belum pernah ke Indonesia, hanya mendengar saja selama ini. Sebelum bermaaf-maafan, beliau bertanya anda menggunakan bahasa Jepang saja atau english? Kami menggunakan tiga(3) bahasa sehari-hari. Kembali beliau gelengkan kepala, whew! kami hanya dua (2) bahasa. Bahasa Pakistan sulit buat kami, jawabnya.

Mohon Maaf Lahir dan Bathin, maafkan saya banyak bicara. Sama-sama, saya yang senang malah, andai bukan kali ini saja kita berjumpa, baru berjumpa tapi tak kan bertemu lagi. Terima kasih sis, beliau memeluk dan terharu. Sampai jumpa lagi, ucapnya lirih. Kami melepas jabatan erat dan pelukan. Sayonara!

Note :
Beliau tidak berkenan di ambil gambarnya, so tidak ada picture for memories.
Oba-chan panggilan untuk tante
One-chan panggilan untuk mba atau kakak
 

2 komentar:

  1. dear Nia,
    senang bertemu sister di rantau. semoga'oba-chan' dan 'one-chan' bisa bertemu lagi.
    salam.

    BalasHapus
  2. Dear Ibu Eny

    Amiin. Ia ibu. Tahun lalu pun berjumpa sister dari Pakistan, beliau langsung menyapa dengan "apa kabar". Saya mencintaimu'. Beliau berucap, tak salah berjumpa dengan orang Indonesia. Beliau senior dari Pakistan, tugasnya berpindah antar negara. Tetapi hari Fitri kemarin, kami tak jumpa.

    BalasHapus